Hukrim

Kejari Dumai Tangkap Kolega Mantan DirOps PDB di Rumah

DUMAI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Dumai kembali menangkap seorang terpidana bernama Riduan yang sudah buron selama tiga tahun dalam kasus penggelapan dalam jabatan bersama mantan Direktur Operasional (DirOps) BUMD PT Pelabuhan Dumai Berseri (PDB).

Kepala Seksi Intelijen Kejari Dumai, Devitra Romiza mengatakan Riduan ditangkap oleh Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejari Dumai di kediamannya di Jalan Arifin Ahmad, Kelurahan Teluk Makmur, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, pada Rabu (11/05/2022) malam.

Riduan ditangkap berselang satu hari ditangkapnya Syahrani Adrian, mantan DirOps BUMD PT PDB. "Ditangkap di rumahnya pada pukul 20.00 WIB. Riduan merupakan kolega Syahrani yang sebelumnya sudah dieksekusi jaksa," ujarnya.

Riduan adalah terpidana 1 tahun dalam perkara yang menjerat Syahrani Adrian. Putusan itu telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 694 K/PID/2018 tanggal 4 September 2018.

"Dalam putusan itu, dia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ke-2 KUHP," terangnya.

Tim Tangkap Buron tersebut terdiri dari Devitra Romiza, S.H, M.H selaku Kasi Intelijen, Antonius Sahat Tua Haro, S.H Selaku Kasi PB3R, Fikry Ariga, S.H dan Yosua Bona Tua Sinaga, S.H selaku Staf Intelijen.

Sedangkan Jaksa Eksekutornya adalah Iwan Roy Carles SH selaku Kasi Pidana Umum, dan Agung Nugroho SH selaku Kasubsi Prapenuntutan Bidang Pidana Umum Kejaksaan Negeri Dumai 

Selanjutnya, tim Jaksa Eksekutor Kejari Dumai telah menitipkan Riduan dalam Ruang Tahanan Polres Kota Dumai untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan dan Swab antigen. "Hasilnya negatif Covid-19. Pagi tadi (Kamis, red) sudah kita pindahkan ke Rutan kelas IIB Dumai," ucapnya.

Devitra mengungkapkan Tim Tabur Dumai menjalankan perintah Jaksa Agung RI untuk memonitor dan menangkap Buronan yang masih berkeliaran dan agar segera dieksekusi untuk mendapat kepastian hukum.

Kasus ini bermula ketika pihak pelapor, Saleh Latif bersama terpidana Syahrani merupakan temannya sendiri mendirikan perusahaan bernama CV Rian Mandiri.

Pada perjalanan waktu, CV Rian Mandiri ini menjadi rekanan pemenang proyek transportasi bus sebanyak 4 unit. Setelah bus beroperasi 2 bulan, Syahrani mengaku tekor alias merugi. 

Berjalannya waktu, Saleh Latif tidak percaya atas laporan-laporan keuangan yang disajikan Syahrani tersebut. Syahrani beralasan biaya pemasukan tiap bulan melebihi biaya operasional dan gaji.

Lalu Saleh mengusulkan kepada dua pemilik saham lain, Riduan dan termasuk Syahrani sendiri untuk mengajukan pinjaman kepada pihak bank dengan jaminan surat tanah orangtua Saleh Latif.

Pinjaman sebesar Rp1,6 miliar akhirnya cair dari Bank BRI Syariah. Uang pinjaman itu Rp195 juta dibayarkan untuk melunasi tunggakan pengadaan bus, yakni PT Srikandi. 

"Mestinya sisa dari pinjaman yang Rp1,6 miliar itu setelah dibayarkan tunggakan pembelian 4 unit bus, uangnya masuk lagi ke rekening perusahaan, CV Rian Mandiri," tuturnya.

Tetapi secara diam diam, dua bulan sebelum pinjaman bank itu cair, Syahrani membuat akte bersama 2 pemilik saham lainnya yang bunyinya jika terjadi sesuatu di kemudian hari, aset CV Rian Mandiri itu menjadi hak milik.

"Akibat akte yang dibuat tanpa sepengetahuan saya dan orangtua selaku Komisaris, pihak Bank BRI Syariah menyita surat tanah yang dijadikan agunan," kesalnya. (*)



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan