Politik

Caleg DPR RI Dapil Riau I, Harun Al Rasyid Prioritaskan Penyelesaian Tanah Sengketa

DUMAI - Calon legislatif daerah pemilihan Riau I, Harun Al Rasyid mengaku tengah menyorot dan berencana turut serta menyelesaikan permasalahan sengketa kepemilikan lahan di daerah Riau bagian pesisir antara perusahaan dan masyarakat setempat, khususnya di Kota Dumai.

 

"Terpilih nanti menjadi anggota DPR RI, program yang menjadi prioritas adalah bagaimana cara menyelesaikan konflik sengketa lahan di tanah konsesi antara perusahaan dan warga sekitar," katanya, Kamis (27/09/2018).

 

Caleg Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, penyelesaian sengketa lahan di atas tanah konsesi menjadi pusat perhatiaan dalam mewujudkan visi dan misinya mencalonkan diri sebagai caleg di Pemilu 2019 mendatang.

 

"Pencalonanan diri saya sebagai caleg di Pemilu 2019 tidak terlepas dari permintaan dan dukungan masyarakat di wilayah konsesi itu sendiri," ucapnya.

 

Berdasarkan data yang dia himpun dari masyarakat Kota Dumai, pada umumnya konflik tenurial di hutan tanaman industri (HTI) dan perusahaan minyak dan gas (migas) banyak terjadi karena konsesi tumpang tindih dengan wilayah kelola masyarakat.

 

Setidaknya ada tiga kecamatan yang mencuat ke permukaan terkait persoalan sengketa lahan yang masih bergulir hingga saat ini, baik itu antara perusahaaan HTI dengan Masyarakat maupun perusahaan yang bergerak di bidang Migas.

 

"Salah satunya tanah konsesi di area PT Chevron Pasifik Indonesia, berada di Kecamatan Dumai Timur dan Dumai Selatan saat ini telah menjadi rumah penduduk yang dihuni sebanyak 30.000 KK di Kelurahan Bumi Ayu, Bukit Batrem dan Teluk Binjai," sebutnya.

 

Selain itu, sengketa lahan juga terjadi di area PT Arara Abadi dimana warga Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur mengklaim tanahnya sudah digarap oleh anak perusahaan Sinar Mas Group itu.

 

Melalui informasi di sejumlah media daring atau media online, Harun mengungkap, lahan warga seluas 347 hektar diduga sudah digarap PT Arara Abadi sejak tahun 2007 silam. Dalam faktanya, warga dari 13 rukun tetangga di Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur itu sudah memegang surat kepemilikan tanah.

 

"Bahwa lahan itu berada di Kelurahan Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur. Lahan masyarakat selama ini dijadikan lahan konsesi HTI dalam memenuhi kapasitas produksi PT IKPP," ujarnya mendapati aduan masyarakat yang tanahnya bersengketa.

 

Menurut dia, perlu ada skema terbaik yang bisa menguntungkan kedua belah pihak dalam menyusun berbagai tahapan resolusi konflik. Pertama, pemetaan konflik partisipatif melalui dialog antara perusahaan dan masyarakat serta pengumpulan data. Kedua, pengakuan terhadap kawasan itu sendiri. Ketiga, penyusunan alternatif pola resolusi konflik.

 

"Bila perlu resolusi konflik melalui legal formal dihindari tetapi mengedepankan kemitraan dengan menguntungkan kedua belah pihak," ucapnya.

 

Keempat, sosialisasi. Kelima, verifikasi. Keenam, negosiasi. Ketujuh, penandatanganan perjanjian kerjasama. Kedelapan, implementasi perjanjian kerjasama. Kesembilan, monitoring serta evaluasi. (*/red)



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan