Lingkungan

Kompolnas RI Bereaksi, PT Bukara Bisa Dilaporkan ke Polri

Anggota Kompolnas RI, Dede Farhan

JAKARTA - Terkait pemberitaan mengenai dugaan PT Bukara (Taico Grup) yang diduga membuang limbah tanpa ketentuan yang berlaku, Kompolnas RI mulai bereaksi dan meminta masyarakat untuk melaporkannya ke Kepolisian setempat atau ke Mabes Polri.

 

Anggota Kompolnas RI, Dede Farhan Aulawi mengatakan, dugaan pembuangan limbah berbahaya tersebut bisa dilaporkan ke Polri untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah dugaan pencemaran lingkungan hidup akibat limbah tersebut benar atau tidaknya.

 

Dede juga menjelaskan pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

 

"Jika perusahaan tersebut benar (terbukti) sengaja membuang limbah ke lingkungan maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH." Terang Dede.

 

Dimana pada Pasal 60 UU PPLH : “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin”

 

Dan Pasal 104 UU PPLH : “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”

 

Jadi hal terpenting dalam masalah dugaan pembuangan limbah berbahaya dan/atau pencemaran lingkungan adalah masalah pembuktian, dan kerugian yang diderita masyarakat.

 

"Jika hasil penyelidikan itu memang benar, maka tentu harus ada proses penegakan hukum," tutup Dede.

 

Diberitakan sebelumnya, PT Bukara (Taico Grup) yang beroperasi di Kawasan Industri Dumai Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai juga turut diduga telah menyalahi ketentuan lingkungan dengan penimbunan limbah padat tanpa izin di kawasan operasi perusahaan.

 

Informasi diterima, diduga limbah produksi bleaching earth sebagai bahan penjernih crude palm oil (CPO) menyerupai tanah kuning ini ditumpuk di kawasan operasi perusahaan.

 

Menurut Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Dumai Johannes MP Tetelepta bahwa penimbunan limbah adalah kegiatan menempatkan limbah bahan beracun berbahaya (B3) pada fasilitas penimbunan agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

 

Pabrik Bukara yang bergerak di bidang penjernihan minyak kelapa sawit ini ditengarai juga tidak memiliki izin Instalasi pengolahan air limbah domestik (IPAL).

 

"Perusahaan menimbun limbah jika menyalahi ketentuan berlaku, akan kita perlakukan sama dengan perusahaan lain dengan tindakan tegas tanpa terkecuali, karena semua harus tunduk pada aturan," kata Johannes kepada pers, Selasa.

 

Dijelaskan, dasar hukum perusahaan harus mengelola limbah sesuai ketentuan, terdiri Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

 

Kemudian, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang tata cara perizinan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

 

Sementara, Pejabat HRD PT Bukara Dumai Desi Anggraini saat dikonfirmasi lewat telepon seluler dan pesan Whatsaap, Selasa (11/2) masih bungkam, namun kepada wartawan beberapa waktu lalu Desi pernah menyatakan belum ada upaya pemindahan limbah tersebut ke tempat penampungan dan masih ditumpuk di area perusahaan.

 

"Kita belum ada pindahin ke penampungan pak, masih dalam wilayah Bukara juga," kata Desi dikonfirmasi wartawan beberapa waktu lalu.

 

Keberadaan PT Bukara di Dumai tidak berkontribusi atau kemungkinan pendapatan daerah dan negara berkurang karena diduga ilegal atau tidak mengantongi izin, seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan dan bahkan izin usaha tidak punya, padahal harusnya dilengkapi dan dan tidak mengabaikan norma peraturan berlaku.

 

"Kita tidak menghambat investasi, malah akan mendukung penuh, tapi dengan cara baik dan profesional. Dari awal perusahaan harus mentaati aturan dengan mengurus semua perizinan sebelum beroperasi," kata Johannes baru ini.

 

Lokasi PT Bukara dalam peta rencana tata ruang wilayah berada di kawasan atau lahan peruntukkan industri (KPI) yang belum memiliki izin untuk kawasan industri, dan dampaknya selain pemasukan keuangan daerah berkurang, juga terdapat sejumlah potensi pendapatan negara yang hilang, dan tentu saja ini nantinya akan menjadi masalah besar.

 

Instansi terkait diiminta agar mengecek informasi dan kondisi perusahaan tak mengantongi izin tapi tetap beroperasi ini, karena bisa menjadi preseden buruk buat daerah.

 

PT Bukara, dianggap hanya mengambil keuntungan dengan tidak memiliki izin dan beroperasi karena ada kewajiban tidak dipenuhi, dan jika memiliki izin prinsip juga tidak boleh melakukan usaha komersial. (*)



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan