Nasional

Pendapat Analis Intelijen Internasional tentang Virus Corona dalam Perspektif Bioteknologi

Analis Intelijen Internasional, Dede Farhan Aulawi

BANDUNG - Tidak ada informasi lain yang bisa mengalahkan berita virus Corona di berbagai media, khususnya media sosial. Hampir semua wa group tiap hari membahas Corona, seolah tidak ada informasi lain yang lebih penting untuk dibahas.

 

Jagad medsos ini mulai ramai membahasnya sejak virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu mulai merebak di Wuhan, China, pada Desember 2019. Ada yang memandangnya sebagai wabah alami semata, tetapi ada juga yang menduga terkait kemungkinan sebagai senjata biologi.

 

Masing-masing pendapat yang disertai argumennya tentu sah-sah saja, tetapi tidak bisa langsung menarik kesimpulan tanpa bukti yang akurat.

 

Terkait hal tersebut, dari hasil diskusi dengan Analis Intelijen Internasional, Dede Farhan Aulawi melalui via seluler, dugaan virus Corona sebagai senjata biologi pada umumnya merujuk pada pernyataan mantan perwira intelijen Central Intelligence Agency (CIA) Philip Giraldi yang mengatakan bahwa SARS-CoV-2 bukan terjadi secara alami melalui mutasi genetika.

 

Dia mengatakan bahwa virus mematikan itu sengaja diproduksi di laboratorium oleh Amerika Serikat bekerjasama dengan Israel. AS sengaja membuat virus itu untuk menghancurkan China dan Iran yang merupakan musuh terbesarnya.

 

"Ada juga yang menduga kebocoran yang tidak disengaja laboratorium biologi di Wuhan, bahkan ada yang menduga serangan kaum Illuminati  ataupun kelompok teroris lainnya. Tapi sekali lagi bahwa semua adalah dugaan-dugaan orang saja tanpa bukti yang kuat," katanya, Rabu (1/4/2020).

 

Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa senjata biologi atau biological weapon sebenarnya merupakan senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan orang/ kelompok yang dianggap musuhnya.

 

Pembuatan dan penyimpanan senjata biologi sebenarnya sudah dilarang oleh Konvensi Senjata Biologi 1972 dengan alasan untuk menghindari dampak yang bisa membunuh banyak umat manusia.

 

Disamping itu secara otomatis akan menghancurkan sendi-sendi perekonomian umat manusia di berbagai belahan dunia. Konvensi ini memiliki kelemahan karena hanya melarang pembuatan dan penyimpanan saja, tetapi tidak melarang pemakaiannya. Meskipun logikanya kalau membuat dan menyimpan saja dilarang, apalagi menggunakannya.

 

Lebih jauh dijelaskan Dede bahwa penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis senjata militer lainnya, karena biaya produksi yang murah dibandingkan senjata lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agen biologi juga cukup sederhana, serta waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek. 

 

Demikian juga pertimbangan dari sisi ekonomi, pembuatan senjata biologi dinilai bisa menguntungkan karena dapat membuat vaksin atau penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi.

 

Keunggulan lainnya, penyebarannya bisa tidak terdeteksi dan "musuh" tidak menyadari adanya serangan dengan senjata biologi tersebut. Minimal untuk mampu bisa membuktikan siapa pelaku penyerangan relatif sulit. Selanjutnya juga mampu hidup di tubuh manusia dan berkembang biak serta  menyebar dari individu satu ke individu lainnya secara alami.

 

Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena agen biologi (terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa. Coba bandingkan dengan penggunaan senjata nuklir yang memiliki daya rusak dahsyat tapi relatif mudah untuk dilacak pelakunya.

 

Disamping keunggulan di atas, ada juga hal- hal  yang harus diwaspadai terkait kemajuan bioteknologi ini, karena dapat disalahgunakan untuk mengembangkan senjata yang sangat berbahaya, contohnya adalah membuat organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya.

 

Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada.

 

Selain itu, bioteknologi juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah. Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia. 

 

"Itulah bahaya bahaya yang bisa ditimbulkan jika terjadi penyimpangan bioteknologi. Terkait kasus Corona saat ini, memang ada beberapa indikasi ke arah itu, tetapi belum bisa dipastikan kebenarannya termasuk cukup sulit untuk mengungkap siapa pelaku yang sebenarnya. Jadi saat ini sebaiknya tidak mengembangkan dugaan - dugaan tanpa bukti dulu, agar kita semua bisa fokus melakukan penyembuhan dan pencegahan penyebaran covid 19 ini," pungkasnya. (*)



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan