Opini

Biografi Tenas Effendy, Oleh: Muhammad Rizky

Penulis : Muhammad Rizky
Mahasiswa Universitas Riau
 
 Tengku Nasaruddin Said Effendy atau yang lebih dikenal dengan Tenas Effendy adalah seorang sastrawan dan budayawan dari riau yang lahir pada 9 November 1936 di Dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk kabupaten Pelalawan provinsi Riau Indonesia dan wafat di Pekanbaru pada tanggal 28 Februari 2015. Beliau adalah anak dari Tengku Said Umar Muhammad AL-Jufri dan Tengku Syarifah Azamah. 
 
 Beliau menghabiskan masa kecilnya dengan mengikuti ayahnya berladang padi di sawah. Sejak kecil beliau sudah sering membantu ayahnya berladang sehungga tahu bagaimana cara kegiatan berladang yang dilakukan oleh ayahnya dan masyarakat desanya sehari-hari. Selain itu beliau juga sering menyaksikan langsung beragam peristiwa dan aktivitas kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya, seperti: upacara penabalan Sultan Said Harun, upacara menuba ikan yaitu sebuah ritual yang juga sarat dengan adat, upacara mengambil madu yang sarat dengan magis dan kental dengan ritual kebudayaan asli, dan berbagai aktivitas budaya lainnya. Kebiasaan dalam mendengar, melihat dan mengamati berbagai macam budaya ini secara berangsur-angsur membuat beliau mampu menyerap berbagai unsur budaya tersebut dengan sangat mendalam bagi kehidupannya. Di dalam lingkungan masyarakat tradisional tersebut beliau melihat dan menyaksikan acara-acara sosial yang sarat dengan kekhasan bahasa dan seni, seperti pantun, syair, gurindam, seloka, dan sebagainya. Walaupun belum terlalu memahami, namun kebiasaan masyarakat dengan beragam aktivitas kebudayaannya itu telah membentuk pandangan beliau mengenai kebudayaan Melayu yang Islami.
 
Ayah beliau adalah seorang sekretaris pribadi Sultan Said Hasyim, yaitu Sultan Pelalawan ke-8 pada waktu itu. Ayah beliau menulis tentang semua hal yang ada kaitannya dengan kerajaan di Pelalawan. Tulisannya berisi tentang adat-istiadat, dan peristiwa penting lainnya pada silsilah Kerajaan Pelalawan yang ditulis dalam buku yang berjudul Buku Gajah. Setelah Sultan Said Hasyim mangkat atau pensiun dari jabatannya sebagai sultan pada tahun 1930, Tengku Said Umar Muhammad dan keluarga pindah dari Pelalawan ke Kuala Panduk dan menjalani aktivitas seperti masyarakat lainnya. Di Kuala Panduk Tengku Said Umar Muhammad diangkat sebagai Penghulu sekaligus sebagai guru agama yang pertama dan guru sekolah desa.
 
Setelah berumur 6 tahun, Tenas mulai masuk Sekolah Agama dan Sekolah Rakyat yang ada di kampungnya. Pada Tahun 1950, dia menamatkan sekolah di Sekolah Rakyat di Pelalawan provinsi Riau. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru B (SG B) di Bengkalis provinsi Riau. Tidak banyak kegiatan yang dilakukannya selama menuntut ilmu di Bengkalis. Hanya sekali-sekali Tenas mencoba menulis kemudian dikirim ke berbagai surat kabar yang ada di Medan. Setelah 3 (tiga) tahun menempuh pendidikan di Bengkalis, Tenas melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru A di Padang Sumatera Barat. Selama mengikuti pendidikan di Padang, banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh Tenas. Dasar menulis yang diperolehnya selama pendidikan di Bengkalis diteruskannya selama di Padang dan beliau menyelesaikan pendidikannya selama 3 (tiga) tahun, yaitu tepat pada tahun 1957.
 
Ragam Karya dan Penghargaan Tenas Effendy 
 
Tenas Effendy merupakan salah seorang yang dapat digolongkan sebagai orang yang “ekstra produktif”. Semasa hidupnya tidak sedikit karya yang telah dihasilkan. Karya beliau yang tergolong monumental adalah: Upacara Tepung Tawar (1968), Lancang Kuning dalam Mitos Melayu Riau (1970), Seni Ukir Daerah Riau (1970), Tenunan Siak (1971), Kesenian Riau (1971), Hulubalang Canang (1972), Raja Indra Pahlawan (1972), Datuk Awang Perkasa (1973), Tak Melayu Hilang di Bumi (1980), Lintasan Sejarah Kerajaan Siak (1981), Hang Nadim (1982), Upacara Mandi Air Jejak Tanah Petalangan (1984), Ragam Pantun Melayu (1985), Nyanyian Budak dalam Kehidupan Orang Melayu (1986), Cerita-cerita Rakyat Daerah Riau (1987), Bujang Si Undang (1988), Persebatian Melayu (1989), Kelakar dalam Pantun Melayu (1990). 
 
Dari sekian banyak karya monumental Tenas, maka tidak heran jika beliau telah mendapat berbagai penghargaan dan pengakuan seperti: Juara 1 Mengarang Puisi pada Pekan Festival Karya Budaya Dana Irian Jaya (1962), Juara 1 Pementasan Drama Klasik pada Pementasan Drama Klasik Festival Dana Irian Jaya (1962), Anugerah Sagang untuk Kategori Budayawan Terbaik Sagang (1977), Budayawan Pilihan Sagang (1997), Tokoh Masyarakat Terbaik Riau 2002 versi Tabloid Intermezo Award (2002), Penghargaan Madya Badan Narkotika Nasional, Jakarta (2003), Anugerah Seniman dan Budayawan Riau Pilihan Lisendra Dua Terbilang (LDT)-UIR (2004), Anugerah Gelar Sri Budaya Junjungan Negeri Bengkalis (2004), Tokoh Budayawan Riau Terfavorit (2005), Anugerah Budaya Walikota Pekanbaru (2005), Tokoh Pemimpin Adat Melayu Serumpun (2005), Doktor Persuratan dari Universitas Kebangsaan Malaysia (2005), Penghargaan dari Persatuan Mahasiswa Riau Malaysia (2005), dan Anugerah Akademi Jakarta (2006). 
Selain karya dan penghargaan yang beliau raih, beliau juga aktif mengikuti organisasi sehingga  mendapat berbagai posisi penting dan kepercayaan dalam organisasi seperti: Pengurus Lembaga Karya Budaya Riau (1960 – 1965), Pengurus Pondok Seni Rupa Riau (1960 – 1968), Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia Riau (1974 – sekarang), Pengurus Dewan Kesenian Riau. Pengurus Badan Pembina Kesenian Daerah Riau (1968 – 1978), Pembina Lembaga Adat Petalangan (1982–sekarang), Memimpin Yayasan Setanggi Riau (1986 – sekarang), Ketua Dewan Pembina Lembaga Adat Pelalawan (2000 – Sekarang), Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Riau (2000 – 2005), Penasehat Paguyuban Masyarakat Riau (2001 – sekarang), Memimpin Yayasan Serindit (2001 – Sekarang) dan Pembina/Penasehat berbagai organisasi sosial kemasyarakatan dan budaya di Provinsi Riau. Beliau juga mendapatkan berbagai gelar penghormatan sebagai Budayawan, yaitu antara lain: Pada tahun 1997 mendapat penghargaan dari Yayasan Sagang melalui “Anugrah Sagang 1997” dalam kategori Budayawan Terbaik, memperoleh Gelar adat Sri Budaya Junjungan Negeri oleh Sri Mahkota Setia Negeri Bengkalis di Balai Adat Melayu Bengkalis provinsi Riau, Pada 17 September 2005, memperoleh Penghargaan gelar akademis tertinggi sebagai Doktor Honoris Causa bidang persuratan atau Kesusasteraan dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
 
Dengan berbagai karya dan penghargaan ini beliau sering disebut sebagai tenas effendy seorang sastrawan yang sangat terkenal di beberapa negara serumpun Melayu yang tersebar di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Thailand.



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan