Opini

Alam Melayu, Oleh: Arif Setiawan

Nama Penulis : Arif Setiawan
Mahasiswa Universitas Riau

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata alam adalah segala yang ada di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang, kekuatan). Namun bagi orang melayu, alam bukan lah sebatas bumi, bintang, pepeohonan ataupun pegunungan, namaun orang melayu menjadikan selaga sesuatu yang berada dekat dengan kehidupan sebagai marwah yang telah melekat pada setiap orang melayu, masyarakat menjalin hubungan yang harmonis dengan alam sekitar sebagai upaya menjaga keseimbangan alam tersebut, masyarakat melayu sangat menjaga keseimbangan alam, antara manusia denga lingkungan.

Hal itu dapat terlihat dari perlakukan orang melayu terhadap alam, mereka saling mejaga keseimbangan, bahkan untuk membuka lahan untuk perkebunan ataupun sebagai lahan pertanian masyarakat tersebut, masyarakat melayu harus melalui tahap-tahap tertentu, sehingga tidak semua orang bisa mengolah atau pun membuka lahan apalagi dengan tujuan merusak alam. Hal itu di lkukan hanya semata - mata  untuk tetap menjaga alam agar tidak terjadi kerusakan, salah satu contoh upanya melindungi alam di buatlah hutan-hutan larangan adapun yang menyebutnya hutan adat. 

Masyarakat juga sangat memperhatihan kelestarian flotra dan fauna, salah satunya melestarikan aliran sungai sebagai upanya pelestarian ikan-ikan dan hewan-hewan lain yang menggantungkan hidupnya di sungai oleh karna itu di buatlah lubuk larangan sebagai upaya pelestarian lingkungan sungai.

A. Hutan Adat Atau Hutan Larangan

  Hutan larangan adalah suatu area yang tidak boleh sembarangan orang memasukinya. Hutan ini digolongkan bukan berdasarkan "vegetasi" atau bentang alam maupun secara "geografis", tetapi berdasarkan 'nilai sakral' yang diyakini oleh masyarakat setempat. Bagi mereka yang percaya, di hutan larangan terdapat 'pamali' atau pantangan yang tak boleh dilanggar seperti berkata kotor. Sebab bagi yang melanggar, akibatnya kontan diterima saat itu juga.

Provinsi Riau kini memiliki dua hutan adat di Kabupaten Kampar yang sudah mendapatkan pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia.

1. Hutan larangan adat kenegerian rumbio

Hutan larangan adat kenegerian rumbio, terbentang di empat desa yaitu desa koto tibun desa padang mutung desa rumbio dan desa pulau sarak. total luas hutan larangan adat kenegerian rumbio lebih kurang 5300 ha.

2. Hutan adat imbo putui 

Hutan adat imbo putui ini menjadi salah satu lokasi kebanggan masyarakat desa petapahan yang memiliki daya tarik atau menjadi salah satu destinasi wisata yang ada di desa tersebut. 

B. Lubuk Larangan

Lubuk larangan merupakan suatu kawasan di sepanjang sungai yang telah disepakati bersama sebagai kawasan terlarang untuk mengambil ikan baik dengan cara apapun apalagi dengan cara yang dapat merusak lingkungan sungai. Kesepakatan ini tertuang dalam aturan adat (hukum adat yang berlaku) dengan dikuatkan melalui peraturan  nagari. Pemanena/pembukaan lubuk larangan biasanya dilakukan setahun sekali yang diputuskan melalui kesepakatan antar pengelola dalam masyarakat nagari tersebut. 

1. Lubuk Larangan di Sungai Subayang

Lubuk larangan di sungai subayang yang berada di sepanjang Sungai Subayang, Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Pasalnya, beberapa desa yang berada di kawasan tersebut melakukan pembukaan lubuk larangan untuk mengambil ikan atau mancokau. 

Setidaknya ada dua desa yang hari itu melakukan mancokau, yaitu Desa Aur Kuning dan Desa Muara Bio, yang masuk wilayah Rimbang Baling-Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Lubuk larangan merupakan tradisi yang telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat di sepanjang Sungai Subayang di Rimbang Baling. Dimana dalam kurun waktu tertentu dan jarak tertentu tidak boleh diambil ikannya di sungai yang ditandai dengan tali yang dikat di atas pohon yang membentang di atas sungai.

2. Lubuk larangan di desa tanjung belit di dekat kawasan suaka margasatwa bukit rimbang baling di kabupaten kampar, provinsi riau.

Lubuk Larangan merupakan kearifan lokal warga di Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling untuk kelangsungan ikan, dengan cara menetapkan area yang ikannya hanya boleh ditangkap satu tahun sekali dan hasilnya dibagikan untuk warga serta dilelang untuk dana pembangunan masjid dan desa.

 



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan