News

Pengadaan Kelapa DKPP Meranti Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Benih Bersertifikat Dibeli Murah

Selatpanjang - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kepulauan Meranti melaksanakan program kegiatan pengadaan benih dan perluasan tanaman kelapa dalam rangka memulihkan perekonomian masyarakat.

Pengadaan kelapa ini termasuk salah satu dari sejumlah jenis kegiatan yang dilaksanakan menggunakan dana Tugas Pembantuan (TP) Mandiri tahun 2023 yang berhasil diraih DKPP dari Kementerian Pertanian melalui Dirjen Perkebunan.

Tak tanggung-tanggung, total anggaran yang didapatkan dari Kementerian Pertanian sebesar Rp7,2 milyar lebih. Selain kelapa, dana ini juga dipergunakan untuk pengadaan bibit kopi, peremajaan dan intensifikasi karet dan perluasan tanaman sagu.

Dari data yang diterima wartawan di dinas terkait, khusus dana kegiatan untuk pengadaan benih kelapa dianggarkan sekitar Rp300 juta lebih. Nilai itu untuk perluasan tanaman kelapa seluas 200 hektare dan difokuskan untuk Kecamatan Pulau Merbau saja.

Adapun kelompok tani yang menerima bantuan pengadaan ini sebanyak empat kelompok di setiap desa. Kelompok tersebut antara lain yakni, Kelompok Maju Jaya di Desa Baran Melintang, Sumber Rezeki di Desa Batang Meranti, Tunas Sejati di Desa Renak Dungun dan Harapan di Desa Kuala Merbau.

Kabarnya, pengadaan benih yang menggunakan kelapa berlabel sertifikat sudah disalurkan kepada seluruh nama kelompok yang tertera dalam program pengadaan tersebut. Setiap kelompok menerima dalam jumlah yang bervariasi sampai ribuan benih.

Beberapa pekan lalu, salah satu organisasi masyarakat di Kepulauan Meranti menemukan kejanggalan terhadap benih kelapa yang diterima oleh Kelompok Sumber Rezeki di Dusun Nyatuh, Desa Batang Meranti.

"Kita menemukan di lapangan, bibit kelapa itu tidak sesuai spek (spesifikasi). Yang kita ketahui, bibit bersertifikat itu mempunyai spesifikasi tertentu," jelasnya.

Di sana, mereka sempat menaruh kecurigaan terhadap benih kelapa tersebut. Benih yang belum ditanam oleh kelompok yang ia temukan ternyata jauh dari ciri-ciri spesifikasi benih bersertifikat.

"Spek ukuran kelapa itu harus bulat dan besar, kulitnya dipotong sebagian dan ukuran tunasnya setinggi 40-60 cm. Tapi ini berbeda jauh, kelapanya kecil dan bagian kulitnya tidak ada dipotong," ungkapnya lagi usai turun ke lokasi kelompok penerima itu.

Di lain kesempatan, ANTARA berupaya mengkonfirmasi Kepala Bidang Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kepulauan Meranti, Zulkipli mengenai hal itu pada Senin (14/8/2023) lalu. Ketika ditemui di kantornya, realisasi program yang disampaikannya terkesan sedikit berbeda dengan data pengadaan.

Sesuai keterangannya saat itu, ia menjelaskan anggaran sebanyak Rp300 juta itu digunakan untuk pengadaan benih dan perluasan kelapa hanya seluas 100 hektare. Dalam satu hektarenya diperkirakan ada sebanyak 110 sampai 120 batang kelapa.

"Bantuan pengadaan itu 120 batang per hektarenya. Kemarin ada yang bergeser dari 110 dari juknis di sana dan terakhir itu 110. Jika dijumlahkan dengan luas 100 hektare, berarti ada 11.000 sampai 12.000 batang kelapa dalam pengadaan itu," terang Zulkipli.

Dia mengaku bibit kelapa telah disalurkan beberapa bulan lalu kepada seluruh kelompok tani. Dalam pengadaan itu, bibit harus memiliki label sertifikat dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh UPT Balai Benih dan Sertifikat Riau.

Zulkipli sempat membantah bahwa temuan benih kelapa di Desa Batang Meranti bukan dari pengadaan dari DKPP. Ia mengaku pihaknya telah mengecek ke lapangan.

"Tidak, itu bukan benih kelapa dari kami (DKPP). Kita sudah kita cek di lapangan tepatnya di Dusun Nyatuh. Cobalah tanyakan kepada kelompok, bukan punya kita yang di foto itu," akunya.

Ia menjelaskan, pengadaan bibit kelapa yang pihaknya laksanakan sesuai dengan benih bersertifikat. Untuk memenuhi pengadaan benih, diambil dari dalam daerah yakni dari pemilik blok penghasil tinggi kelapa yang berada di Desa Tanjung Gadai, Kecamatan Tebingtinggi Timur.

Seperti diketahui, satu-satunya kelapa yang memiliki mutu dan kualitas terbaik di Kabupaten Kepulauan Meranti hanya ada di Desa Tanjung Gadai. Bibit kelapa itu berjenis Sri Gading dan telah mengantongi sertifikat dari UPT Balai dan Sertifikat Riau.

Karena telah bersertifikat, harga benih kelapa tersebut senilai Rp27.300 per bibit. Harga ini sesuai dengan yang ditampilkan dalam e-katalog yang direkomendasikan oleh Kementerian Pertanian.

"Yang jelas kami telah menyalurkan bibit kelapa kepada kelompok. Ciri spesifikasi sesuai benih bersertifikat itu wewenangnya UPT Benih. Jadi kalau untuk yang mengecek sesuai spek itu adalah mereka," ujar Zulkipli.

Saat ditelusuri ke pemilik kelapa bersertifikat di Desa Tanjung Gadai, ternyata benih yang sudah dibeli oleh pihak rekanan atau konsumen dari pengadaan benih itu belum diambil. Kelapa itu masih berada di penangkaran dan terbiarkan begitu saja tanpa ada perawatan khusus.

Mirisnya, diakui pemilik bernama Anjang Sudir, benih berjenis kelapa dalam tanpa polibag itu dibeli rekanan sebanyak 60.637 batang. Bahkan dengan jumlah sebanyak itupun dibeli murah yakni Rp2.500 per benihnya.

Jika dihitung sesuai harga berdasarkan harga bibit bersertifikat Rp27.300, seharusnya dana yang dipergunakan untuk pengadaan benih kelapa sebanyak Rp1,6 milyar lebih. Sementara pihak rekanan diduga telah membeli bibit tersebut dengan harga Rp2.500, dan jumlah anggarannya hanya sekitar Rp151 juta lebih.

"Saya kecewa dengan kejadian ini. Bibit kelapa dari saya dibeli murah dan barangnya juga belum diambil lagi oleh pihak dinas," ucapnya.

Dirinya sempat tidak mengetahui jika pengadaan benih kelapa itu sudah disalurkan, sementara yang darinya belum juga diambil. Ia juga merasa dirugikan karena benih kelapa yang sudah disalurkan menggunakan label sertifikat dari benih kelapanya.

"Kelapa yang tidak diambil ini untuk perawatannya saya tidak ada anggarannya di situ. Bahkan pihak dinas juga tidak ada berbicara soal hal itu," tambahnya lagi. 

Dari kejadian ini, ormas yang sebelumnya bergerak menemukan kejanggalan pengadaan benih kelapa itu menduga ada permainan oleh pihak dinas dan rekanan karena bekerja tidak sesuai dengan pengadaan. Menurutnya, mereka tidak transparan dalam melaksanakan program anggaran dari Kementerian Pertanian.

"Dinas tersebut tidak transparan terhadap dana TP yang didapat untuk apa-apa saja yang diberikan bantuan kepada masyarakat. Seharusnya dinas mengecek langsung ke lapangan, apakah masyarakat layak atau tidak menerima bantuan tersebut, sebab ditemukan di lapangan semuanya dibantu oleh dinas salah sasaran," pungkasnya. (ant) 



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan