Opini

Adat Melayu, Oleh: Olgiya Shahbina

Nama Penulis : Olgiya Shahbina
Mahasiswa Budidaya Perairan Universitas Riau

Adat Melayu merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan kebudayaan dunia umumnya, di samping aneka budaya lainnya. Adat Melayu identik dengan agama, bahasa, dan adat-istiadat merupakan integritas yang solid. Adat Melayu merupakan konsep yang menjelaskan satu keseluruhan cara hidup Melayu di alam Melayu. Orang Melayu di mana juga berada akan menyebut fenomena budaya mereka sebagai “ini adat kaum” masyarakat Melayu mengatur kehidupan mereka dengan adat agar setiap anggota adat hidup beradat, seperti adat alam, hukum adat, adat beraja, adat bernegeri, adat berkampung, adat memerintah, adat berlaki-bini, adat bercakap, dan sebagainya. Adat adalah fenomena keserumpunan yang mendasari kebudayaan.

             Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie Agustina dalam buku Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan juga bersifat sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu. Sistemis artinya bahasa tersebut bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem. Sistem bahasa yang dimaksud di atas adalah berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap lambang bahasa mengandung sesuatu yang disebut makna atau konsep. Bahasa sebagai sebuah lambang bunyi yang bersifat manasuka (arbitrer), konvensional, produktif serta dinamis mempunyai banyak fungsi. Menurut Dell Hymes (1964) ada lima fungsi bahasa, yaitu
 (1) menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial,
 (2) menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi,
 (3) mengatur kontak sosial,
 (4) mengatur perilaku, dan
 (5) mengungkapkan perasaan.

             Secara khusus banyak ahli yang mengembangkan fungsi-fungsi bahasa sesuai dengan sarana penggunaannya. Namun, pada dasarnya, bahasa dapat berfungsi sesuai dengan keinginan sang penggunanya bila bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dapat menyampaikan maksud atau memberikan informasi bagi orang lain yang diajak berkomunikasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak model penggunaan bahasa yang dilakukan oleh manusia, model bahasa yang digunakan tersebut tentunya akan memiliki fungsi dan dampak yang berbeda-beda. Sejauh mana model bahasa tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi penggunaan bahasa dan hubungan bahasa dengan kebudayaan akan coba kita bahas dalam bagian ini. Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia. Implementasinya manusia mampu membentuk lambang atau memberi nama guna menandai setiap kenyataan, sedangkan binatang tidak mampu melakukan itu semua. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam setiap penutur dan berkaitan dengan segala hal yang dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang terdapat di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu sendiri. Keanekaragaman bahasa (multilingualisme) tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman budaya (multikulturalisme). Ditinjau dari segi budaya, bahasa termasuk aspek budaya, kekayaan bahasa merupakan sesuatu yang menguntungkan. Berbagai bahasa itu akan merefleksikan kekayaan budaya yang ada pada masyarakat pemakainya (multikultural). Akan tetapi, apabila ditinjau dari segi bahasa, multilingual dapat menimbulkan permasalahan dalam berkomunikasi.

         Wallace mencatat, warna kulit ras Melayu yang telah berkembang menjadi suku bangsa yang beraneka ragam adalah coklat kemerah-merahan dengan sedikit banyak kuning kecoklatan. Rambutnya hitam, lurus, dan agak kasar. “Warna rambut yang agak terang, yang berambut ikal, dan keriting merupakan akibat percampuran dengan ras lain,” jelas Wallace. Mereka tak berjanggut. Dada dan badan tak banyak bulu. Perawakannya sama dan lebih kecil dibanding orang Eropa. Badannya kuat dengan dada bidang. Kakinya kecil dan pendek. Tangannya kecil dan agak halus. Mukanya sedikit lebar dan cenderung datar. Dahinya agak bulat, alis tipis, dan hitam. Sorot matanya ramah. Hidungnya kecil, tak mancung namun lurus. Puncak hidungnya agak bulat dengan lubang hidung lebar. Tulang rahang agak menonjol. Mulutnya lebar, bibir tebal, tatapi tak monyong. Dagunya bundar. “Pada dasarnya orang Melayu tidak tampan. Tapi ketika masih remaja mereka sangat menawan,” kata Wallace. “Anak laki-laki dan anak perempuan yang berusia 12 atau 15 tahun sangat rupawan.”

         Disimpulkan dari kutipan yang ada bahwa Adat Melayu merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan kebudayaan dunia umumnya, di samping aneka budaya lainnya. Adat Melayu identik dengan agama, bahasa, dan adat-istiadat merupakan integritas yang solid. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Secara khusus banyak ahli yang mengembangkan fungsi-fungsi bahasa sesuai dengan sarana penggunaannya. Wallace mencatat, warna kulit ras Melayu yang telah berkembang menjadi suku bangsa yang beraneka ragam adalah coklat.

 



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan