Opini

Bukti Terjadinya Diaspora Melayu di Indonesia, Oleh: Nabila Aisyah Bella

Nama Penulis: Nabila Aisyah Bella
Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah diaspora berasal dari Bahasa Yunani diaspeirein, yang artinya benih yang tersebar (scattering of seeds) (Karim, 2003:1). Steven Vertovec (1997) menyatakan diaspora adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan populasi yang dianggap ‘deterritorialised’ atau ‘transnasional’ -berasal dari negara selain yang kini ditempati dan memiliki jaringan sosial, ekonomi, dan politik lintas batas negara, bangsa, bahkan dunia. Diaspora dapat didefi nisikan sebagai orang yang tersebar di berbagai tempat atau orang menetap jauh dari tanah air mereka (Ember, Ember & Skoggard, 2004:33).

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia mendefinisikan diaspora Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang memiliki darah, jiwa, dan budaya Indonesia. Hal ini termasuk (1) warga negara Indonesia yang mengganti kebangsaannya, (2) orang asing yang mencari, mengamati, mencintai, dan mempraktikkan budaya Indonesia, misalnya peneliti/Indonesianis,ahli batik, artis gamelan, atau ahli dalam Bahasa Indonesia (Abidin, 2012), (3) orang-orang yang bekerja, dan (4) mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri.

Studi tentang diaspora dan media akhir-akhir ini mendapatkan perhatian para akademikus ilmu komunikasi. Sejak 2007, International Association for Media and Communication Research (IAMCR) mengembangkan working group Media and Diaspora. Diskursus tentang Diaspora Indonesia mencuat sejak digelar Congress of Indonesian Diaspora (CID) pertama pada 6-8 Juli 2012 di Los Angeles Convention Center, California, Amerika Serikat, disusul CID kedua (2013) dan CID ketiga (2015). Kongres tersebut dihadiri 2056 orang yang memiliki hubungan etnik, budaya, kekerabatan, dan sejarah dengan Indonesia yang datang dari berbagai penjuru dunia. Sementara itu, studi tentang diaspora Indonesia, khususnya diaspora Indonesia dan media, relatif terbatas.

Salah satu fenomena yang paling menonjol dalam sejarah diaspora diIndonesia adalah diaspora suku Melayu, yang dimana nama Melayu berasal dari kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari,Jambi. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya. Pemakaian istilah Melayupun meluas hingga ke luar Sumatra, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

1.2 Rumusan Masalah

Judul yang akan penulis bahas pada penelitan ini memiliki beberapa rumusan masalah. Hal tersebut agar lebih memudahkan dalam penulisan hasil penelitian ini. berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa permasalahan yaitu.

1. Apa definisi dunia melayu menurut para ahli?

2. Apa saja kesamaan budaya melayu dengan budaya etnik kutai

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yg telah di sebutkan,penulis menjelaskan beberapa tujuan penelitian ini. Dengan adanya tujuan makalah ini, pembaca di harapkan mampu mengetahui tujuan dari pembuatan penelitian ini.berikut tujuan di tuliskan ya makalah ini.

1. Mendefeniskan dunia melayu menurut para ahli

2. Menjabarkan kesamaan budaya melayu dengan budaya etnik kutai

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Telaah Pustaka

Dunia Melayuialah Kawasan kepemimpinan diwilayah masyarakat yang menjadi pendukung Kebudayaan Melayu juga dikenal sebagai Tanah Melayu. Tanah Melayu sebagaimana dikemukakan oleh Dr.Helen Ting, digugat oleh Dr.Faris A.Noor dalam Republika Artikel Teguh Setiawan, Jakarta 2 November 2011, maksudnya bahwa istilah ini digunakan oleh Hang Tuah, seperti menyebut Tanah Terengganu,Tanah Brunei,Tanah Malaka dan Indrapura sebagai Tanah Melayu, pedagang Melaka menyebut Deli sebagai Tanah Melayu, dan William Marsden,1966 dan 2008:39 dan 303) menyebut penduduk Sumatra sebagai orang Melayu, kemudian tahun 1160 pindah ke Ujung Tenggara Semenanjung namanya Ujung Tanah terus ke pesisir, mereka disitu dikenal dengan Tanah Melayu (lihat Suwardi, 2014:11-13).

Kebudayaan Melayu merupakan suatu kebudayaan besar yang pernah berjaya di Nusantara. Jauh sebelum kehadiran kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di Nusantara, kebudayaan Melayu telah ada dan hidup di daerah-daerah pesisir (perairan) yang juga merupakan jalur strategis transportasi dan jalur perniagaan internasional yang penting pada masanya.1 Sehingga hal ini memberi dampak masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang terbuka baik secara fisik maupun secara kultural. Lokasi pemukiman masyarakat Melayu yang tidak terisolir tersebut memungkinkan masyarakat Melayu terbiasa berhubungan dengan dunia luar, dengan demikian, sudah sejak dahulu masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang senantiasa berhubungan dengan orang asing2 . Posisi masyarakat Melayu tersebut yang berada pada jalur-jalur perdagangan memberi dua dampak besar dalam kehidupan Melayu. Pertama masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang egaliter. Kedua masyarakat Melayu sangat dekat dengan dunia Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah yang datang ke Nusantara sebagai pedagang yang mengemban misi dakwah. Sementara itu pada masa kolonial, penyebutan Melayu sendiri mengidentikkan penyebutan secara umum pada masyarakat pribumi.3 Salah satu ciri dari egaliternya masyarakat Melayu tercermin dari bahasa yang ditampilkan, bahasa Melayu sendiri tidak mengenal istilah tingkatan-tingkatan seperti yang terdapat pada bahasa-bahasa etnik lain di Nusantara seperti pada bahasa Jawa dan Sunda. Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa yang mudah diterima oleh berbagai suku bangsa di Nusantara dan berfungsi sebagai bahasa perantara dalam hubungan antar suku bangsa di Nusantara. Selain itu, cara berbahasa yang ditampilkan oleh orang Melayu yang lugas dan praktis memperlihatkan bahwa masyarakat Melayu adalah masyarakat yang egaliter. Ciri keegaliteran dari masyarakat Melayu akan terlihat ketika berada di pasar. Pasar bagi masyarakat Melayu selain menjadi tempat bertemunya pembeli dan penjual, pasar sendiri juga merupakan suatu institusi yang menjadi ruang bertemunya kalangan bangsawan dengan kaum awam yakni petani dan nelayan Melayu secara lebih bebas tanpa ikatan adat yang ketat.4 Kebudayaan Melayu yang terbuka tersebut dan juga memiliki kemampuan mengakomodasi perbedaan sebagai hasil pengalaman sejarah yang telah lama berhubungan dengan kebudayaan asing.5 Simbol-simbol kebudayaan Melayu kemudian menjadi suatu simbol yang umum-lokal dan menjadi jembatan penghubung dalam masyarakat yang majemuk.

Sejarah telah mencatat secara apik persebaran bahasa Austronesia didunia, terutama di Asia Tenggara. Bahasa-bahasa yang tersebar tersebutsebagian besar merupakan rumpun bahasa Melayu-Polinesia yang menjadibahasa proto bahasa Melayu. Bahasa Melayu-Polinesia tersebut kebanyakan tersebar di AsiaTenggara, termasuk bahasa-bahasa di Pulau Sulawesi dan Kalimantan.Menurut Koentjaraningrat (1999:15),

penutur bahasa Austronesiayang berasal dari lembah-lembah sungai di Cina Selatan menyebar keselatan, ke arah hilir sungai-sungai besar, terus ke Semenanjung Melayu,kemudian masuk ke Sumatra, Jawa, dan beberapa pulau di bagian baratIndonesia seperti Kalimantan Barat, Nusa Tenggara sampai Flores, Sulawesidan terus ke Filipina.

Hal ini dapat diasumsikan bahwa wilayah KalimantanBarat yang dimaksud sudah meliputi wilayah Banjarmasin menyusuri sungai-sungai hingga sampai wilayah Kutai.Salah satu provinsi yang sangat heterogen penduduknya di PulauKalimantan adalah Provinsi Kalimantan Timur. Yang menarik dari ProvinsiKalimantan Timur adalah jumlah suku pendatang lebih banyak dibandingsuku aslinya. Dari jumlah yang hampir empat juta penduduk KalimantanTimur, suku Jawa berada pada posisi terbanyak, yakni 30,24%. Jumlahpendatang terbanyak kedua adalah suku Bugis, yakni sebanyak 20,81%;disusul suku Banjar sebanyak 12,45%, kemudian suku Dayak 9,94%, dansuku Kutai 7,80%, serta suku-suku lainnya seperti Madura, Sunda, Buton,Toraja, Flores yang jumlahnya antara 1% sampai 2%.Suku-suku pendatang tersebut berangkat dengan budaya danbahasanya masing-masing. Mereka menetap dan berbaur dengan suku-sukuasli di Kalimantan Timur. Keheterogenan suku di Kalimantan Timurmenunjukkan suasana ke-bhinekatunggalika-an yang sesungguhnya. Ditempat dan pada kondisi tertentu, suku-suku tersebut memakai bahasanyasendiri untuk berkomunikasi dengan sesama warga Kalimantan Timur yangsesama suku. Bahkan, ada suku-suku tertentu yang cenderung membangunperkampungan secara berkoloni dengan sesama sukunya.

Akan tetapi, bahasa pergaulan yang digunakan oleh masyarakat diKalimantan Timur, khususnya di Samarinda, Balikpapan, dan Tenggarongmenggunakan bahasa Indonesia/Melayu dialek Banjar. Secara sederhana,kosakata bahasa Banjar lebih mirip bahasa Melayu yang sekarang menjadibahasa Indonesia. Sebagian besar kosakata Banjar dapat dipahami penuturbahasa Indonesia. Oleh karena itu, antara bahasa Indonesia, bahasa Melayudialek Banjar, dan bahasa-bahasa daerah lainnya di Kalimantan Timur tidakmenunjukkan posisi yang lebih tinggi dan lebih rendah. Tidak ada rasagengsi atau prestise khusus pada proses pemilihan bahasa dalam pergaulan.

Tulisan ini mencoba mengklasifikasi dan mengidentfikasi persebaranbahasa-bahasa Melayu di Kalimantan Timur. Identifikasi tersebut dilakukansecara sederhana dengan memperhatikan kesamaan budaya yang melekatpada penutur bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur. Unsur-unsurkebudayan yang dimaksud adalah bagaimana komunitas penutur  Bahasa  tersebut mengalami beberapa kemiripan budaya seperti kemiripan kosakata(bahasa), kesenian, dan kepercayaan (agama).

1. Unsur Kebudayaan

Ada tujuh unsur kebudayaan yang melekat dalam diri suatu bangsaatausuku. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah sistem bahasa, system religi atau kepercayaan, sistem kesenian, sistem kekerabatan dan organisasisosial, sistem pengetahuan atau pendidikan, sistem peralatan dan teknologi,dan sistem ekonomi atau mata pencaharian (Koentjaraningrat, 1979:203 – 204). Namun, tulisan ini hanya memilih tiga dari tujuh unsur kebudayaantersebut sebagai alat untuk menjelaskan kemiripan bahasa-bahasa daerah diKalimantan Timur sebagai rumpun bahasa Melayu. Unsur tersebut adalahsistem bahasa, sistem religi, dan sistem kesenian

2. Unsur Kebahasaan

Alat yang paling mudah dan cepat mewariskan satu budaya adalahbahasa. Bahasa sangat mudah merefresentasikan satu kebudayaan bangsaatau etnik tertentu. Bahkan, bahasa dapat dikatakan sebagai alat penyimpanbudaya. Seperti yang dikatakan dalam hipotesis Sapir-Whorf bahwa bahasadan budaya ibarat uang logam. Satu sisinya sebagai bahasa dan sisi yangsatunya sebagai budaya. Jadi antara bahasa dan budaya, tidak dapatdipisahkan (Claire, 1998).

Indonesia, kita sangat mudah mengenali etnik seseorang denganmendengarkan bahasa yang digunakan. Setelah itu, kita dapat mengetahuibudaya yang melekat pada diri orang tersebut. Begitu pula sebaliknya,seseorang susah diidentfikasi sebagai suku tertentu jika orang tersebut tidakmenguasai satu bahasa etnik atau bahasa daerah. Bahasa sebagai lambangmerupakan salah satu cara utama manusia membedakan kelompok merekadari kelompok lain (Bujang dan Hamidon, 2005: 223). Hal ini senada denganyang dikatakan oleh Nadra dan Reniwati (2009:18) bahwa “jika budaya sama, berkemungkinan bahasa juga akan sama; sebaliknya, jika budaya berbeda biasanya juga ditunjukkan dengan bahasa yang berbeda”

3. Sistem Kesenian

Selain bahasa, kesenian juga merupakan salah satu alat yang dengancepat merefresentasikan satu kebudayaan. Secara umum, kesenian dapatdibedakan atas seni rupa, seni musik, seni sastra, dan seni gerak. Hampirsemua jenis kesenian ini menggunakan bahasa sebagai medianya, baikbahasa verbal maupun bahasa nonverbal yang hanya berupa tanda dangerak.

Melalui seni, masyarakat mengungkapkan kreativitasnya dalamberbagai bentuk ciptaan. Hasil ciptaan tersebut mrefresentasikan budayayang melekat dalam satu masyarakat (Bujang dan Hamidon, 2005: 222).Bentuk-bentuk ukiran, lagu, tarian, dan seni tradisi lainnya secara tidaklangsung menjelaskan budaya suatu masyarakat. Oleh karena itu, kesamaanatau kemiripan kesenian satu bangsa dapat menjadi identifikasi awalmembedakan dan mengklasifikasikan budayanya. Dengan pengetahuanklasifikasi budaya suatu bangsa, kita dapat menelusuri rumpun bangsa ataubahasa di dunia ini.

4. Sistem Religi

Sistem religi atau sistem kepercayaan sekarang identik dengan agamayang dianut masyarakat. Sistem religi ini mencakup seluruh cara dan bentukkomunikasi manusia dengan hal-hal atau benda yang disembah dandipercaya memiliki kekuatan gaib. Konsep-konsep tersebut biasa dikenaldengan istilah animisme dan dinamisme

Animisme atau dinamisme ini sudah mulai tergantikan oleh agama-agama tertentu yang memiliki petunjuk khusus dalam pengamalannya.Seperti di Indonesia, ada lima agama yang jumlah penganutnya cukupbanyak, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha, serta ditambahkepercayaan-kepercayaan lain yang kadang-kadang menjadi variasi dalamsatu agama. Variasi-variasi kepercayaan yang dimaksud muncul akibatasimilasi antara kelima agama besar di atas dengan budaya dalam satumasyarakat, etnik, dan bangsa.Dengan demikian, mengidentifikasi dan memetakan agama di satuwilayah hampir berbanding lurus dengan mengidentifikasi dan memetakanetnik tertentu. Di dalam etnik tersebut, terdapat budaya yang berjalanberiringan dengan agama yang dianut kelompok etnik tertentu. Hal inilahyang menguatkan sehingga sistem religi dan kepercayaan dianggap sebagaisalah satu unsur kebudayaan.

Berikut adalah bukti terjadinya diaspora melayu ke Etnik Kutai

a. Bahasa

Ada tiga variasi atau dialek bahasa Kutai, yakni dialek KutaiTenggarong, dialek Kutai Kota Bangun, dan dialek Kutai Muara Ancalong(Darma, dkk., 2013:16). Bahasa Kutai dengan berbagai dialeknyadituturkan di sepanjang aliran sungai Mahakam. Bahkan, dari ketigadialek bahasa Kutai di atas, masih ada variasi-variasi bahasa Kutaisampai ke Kutai Barat dan Kutai Timur yang sebagian telah dipengaruhidialek bahasa Dayak. Bahasa Kutai dikatakan sebagai salah satu bahasa dari rumpunMelayu karena sebagian kosakata bahasa Kutai memiliki kemiripandengan bahasa Melayu. Menurut Darma, dkk. (2013:16) salah satu ciribahasa Kutai adalah adanya perubahan fonem /a/ dalam bahasa MelayuBaku menjadi fonem /e/ dalam bahasa Kutai.

b. Unsur

Kesenian yang berkembang di Kutai lebih banyak dalam bentukseni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni tari di Kalimantan Timurbiasanya dibagi tiga jenis, yakni tarian kedaton, tarian pesisir, dan tarianpedalaman. Tarian kedaton bercerita tentang kisah-kisah di istana; tarianpedalaman bercerita tentang kisah-kisah suku Dayak di hutan; dan tarianpesisir bercerita tentang pelaut atau nelayan di sepanjang pantai. Diantara ketiga jenis tarian tersebut, tarian pesisirlah yang palingberkembang di daerah Kutai. Tarian pesisir ini biasa disebut tari Jepenyang diiringi alat musik gambus dan ketipang. Sekilas musik pengiringtari Jepen ini terdengar seperti musik-musik Melayu dengan gerakan-gerakan yang mirip tari-tarian yang ada di Sumatra.Kesenian lainnya yang berkembang adalah seni musik, yangsering disebut musik Tingkilan. Musik ini dimainkan dengan alat musikgambus, ketipung, kendang, biola, gitar, bass, drum, dan rebana. SeniTingkilan ini juga sering dipadukan dengan seni sastra berupa pantun,yang biasa disebut Tarsul. Tarsul berupa pelafalan pantun secaraberbalasan pada acara lamaran atau pernikahan.

Semua jenis kesenian Kutai tersebut dipengaruhi kesenian ArabMelayu yang berasal dari Timur Tengah. Kesenian ini dibawa oleh orang-orang Melayu yangbermukim di sekitar pantai di Kalimantan Timur. Meskipun kerajaanKutai Kartanegara awalnya adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia,pengaruh Islam banyak memengaruhi bahkan mengubah sistemkesenian etnik Kutai.

c. Kepercayaan Agama

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa Kerajaan KutaiKartanegara banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang perseberannyamelalui jalur perdagangan Sumatra. Setelah Kerajaan Kutai masuk Islampada abad ke-17, sistem kerajaan pun terpengaruh oleh agama Islamsalah satunya gelar raja yang dinamakan sultan. Hal ini berpengaruhbesar kepada seluruh rakyat Kutai yang ikut memeluk agama Islam. Dengan demikian, etnik Kutai sebagian besar memeluk agamaIslam dan merupakan pengaruh dari Islam Melayu yang dibawa melaluiKesultanan Banjar , La Maddukelleng dari Wajo dan Kerajaan Gowa TalloMakassar

BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Diaspora rumpun bahasa Melayu telah hidup dan berkembang disejumlah wilayah Asia Tenggara dengan nama bahasa yang berbeda-beda.Penamaan bahasa Melayu yang berbeda-beda tersebut mengikuti penamaansuku yang mendiami suatu wilayah. Akan tetapi, persebaran rumpun bahasaMelayu dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri kesamaan budaya.Kemiripan kosakata (bahasa), kesenian, dan kepercayaan (agama) adalahunsur kebudayaan yang memudahkan untuk mengidentifikasi rumpunMelayu. Oleh karena itu, bahasa Kutai, bahasa Banjar, bahasa Paser, danbahasa Berau dengan cepat menyatakan dirinya sebagai rumpun bahasaMelayu dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di KalimantanTimur.

Terkait dengan bahasa selain rumpun Melayu di Kalimantan Timur,terdapat fenomena menarik mengenai asal usul dan penutur bahasa lain.Misalnya, etnik Dayak dengan beberapa bahasa dan dialeknya kadang-kadang memunculkan polemik tentang kemelayuan dan kedayakannya. EtnikDayak identik dengan agama Kristen dan Katolik sedangkan etnik Melayuidentik dengan agama Islam. Dikotomi ini kadang-kadang berubah jika terjadi.

 

 



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan