Opini

Bergerak Untuk Indonesia Maju

Oleh : Moh. Rofiq Risandi

Mahasiswa : Universitas Islam Malang

Fakultas : Ilmu Administrasi

Prodi : Administrasi public

Tahun 1945, Jepang hancur. Hiroshima dan Nagasaki dibom Atom Sekutu. Negara ini memulai segalanya dari nol. Tetapi, Jepang beruntung. Negara ini mendapatkan ledakan demografi sesudahnya. Dengan cepat mereka menyiapkan pembangunan bagi kelompok usia produktif itu.

Bonus demografi bisa jadi ancaman serius jika tidak diimbangi dengan penempatan dan persiapan yang baik. Jepang memahami risiko itu, dan ia telah berhasil membuat landasan industrialisasi. Sekarang ia menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di dunia.

Indonesia juga baru merangkak pada tahun yang sama, 1945. Bedanya, situasi politik belum stabil. Agresi militer Belanda masih berlangsung hingga akhir 1949. Tahun 1966 terjadi pembunuhan massal. Soeharto merebut kekuasaan Soekarno dengan dalih Super Semar. Indonesia baru benar-benar berbenah di era 80-an.

Kemudian krisis moneter 1998 menghantam negara ini. Keadaan kacau-balau. Kerusuhan terjadi di mana-mana, mengakibatkan luka sosial yang dalam. Banyak usaha gulung tikar. Meskipun ada yang pandai memanfaatkan situasi seperti Chairul Tanjung dan jadi konglomerat.

Belum cukup stabil, terjadi lagi krisis global tahun 2008. Indonesia beruntung, Amerika melalui bank sentralnya mengubah kebijakan moneternya waktu itu. Sehingga mendapat keuntungan investasi dari uang yang lari ke negara berkembang. Dalam kondisi stabil itu pembangunan dimulai lagi. Sayangnya banyak yang dikorupsi.

Hari ini, 2018, Amerika mengambil kebijakan sebaliknya. Suku bunga The Fed dinaikkan berkali-kali. Dolar terbang kembali ke kandangnya. Akibatnya negara-negara berkembang limbung. Di Asia Tenggara, hanya Thailand yang kokoh bertahan. Itu karena neraca berjalan mereka surplus. Sektor pariwisata mereka menyumbang devisa sangat besar.

Dalam kondisi itu, banyak orang pesimis. Ada Capres yang percaya Indonesia bubar pada tahun 2030. Orang-orang ditakut-takuti. Kondisi sekarang disamakan dengan tahun 1998. Padahal perbedaannya sangat jauh sekali.

Baru saja Nomura Holding, perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang finansial, membuat analisis, Indonesia adalah salah satu negara terkuat dalam menghadapi krisis. Nilainya nol, atau sangat kecil sekali dalam penilaian Nomura. Itu artinya, Indonesia mempunyai kemampuan luar biasa soal ketahanan ekonomi.

Nomura ini bukan perusahaan ecek-ecek. Ia mendapatkan peringkat ke-203 dalam daftar Global 2000 Forbes, sebagai perusahan terkuat dunia. Kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Analisisnya tajam dan dipercaya.

Indonesia bahkan mengungguli 8 negara berkembang yang kuat menghadapi krisis itu. Mengalahkan Rusia, Filipina dan Brasil. Masa depan Indonesia dipandang lebih cerah. Kenapa Indonesia spesial? Karena potensi bonus demografi.

Problem Rusia ada pada sanksi ekonomi yang diberikan AS, pertumbuhan ekonominya juga rendah. Sedangkan Filipina sedang berjuang mengatasi inflasi dan problem eksternal. Brasil masih berkutat pada pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari ekspektasi (1,1%) dan persoalan politik.

Indonesia memang sempat salah langkah. Namun di era Jokowi, kesalahan itu cepat-cepat diperbaiki. Pembangunan infrastruktur adalah langkah strategis untuk menyiapkan diri menjadi negara maju. Bukan hari ini, tapi tahun 2030, atau paling lambat 2039. Infrastruktur adalah tulang punggung perekonomian. Tanpa bandara yang baik, pelabuhan yang baik, jalan yang baik, mustahil perekonomian bisa maju.

Jokowi mengambil langkah revolusioner dalam pembangunan. Bandara Kertajati yang mangkrak bertahun-tahun, dicarikan solusi finansial. Negara memang tidak punya uang. APBN defisit sewaktu Jokowi naik jadi presiden. Tetapi dengan cerdik ia menggandeng swasta. Pemerintah Pusat memberikan pancingan pendanaan awal dan jaminan proyek tidak mangkrak. Bandara itu akhirnya sukses dikerjakan sesuai jadwal.

Begitu juga dengan banyak bendungan yang terbengkalai. Jalan-jalan tol yang mangkrak. Gedung-gedung yang jadi rumah hantu. Sebagian proyek memang sengaja tidak dilanjutkan karena salah kajian, seperti Hambalang dan puluhan pelabuhan SBY. 34 proyek pembangkit listrik yang berkarat itu entah bagaimana nasibnya. Namun sebagian yang lain dikaji ulang dan diteruskan.

Dengan etos kerja luar biasa, persoalan laten finansial itu dicarikan jalan keluar yang cerdas. Tidak ada tipu-tipu, tidak ada makelar proyek, tidak ada nepotisme. Akhirnya, di bawah kendali pemimpin yang jujur dan pekerja keras, semua proyek itu terselesaikan dengan baik.

Efeknya langsung ke perekonomian. Jutaan lapangan kerja tercipta. Akses perekonomian jadi lancar. Produktivitas meningkat.Tapi itu belum kabar gembira yang sesungguhnya.

Pada tahun 2030, Indonesia akan diuntungkan dengan puncak bonus demografi (demographic dividend). Yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari yang non-produktif. Persis seperti yang dulu terjadi pada Jepang, sesudah Perang Dunia kedua.

Beruntunglah, infrastruktur dibangun sekarang. Tulang punggungnya sudah kuat. Ketika menghadapi bonus demografi hingga 2030 nanti, Indonesia sudah punya perencanaan jelas. Bonus demografi ini akan jadi hambatan jika tidak dipersiapakan dengan baik.

Afrika Selatan dan Brasil adalah contoh negara yang tak mampu memanfaatkan bonus demografi itu. Afsel masih bekutat dalam hal kemiskinan. Sementara Brasil terkena middle income trap, akibat kesenjangan ekonominya. Persoalan demografi itu tidak direncanakan dengan baik sebelumnya.

Beda halnya dengan Jepang tadi, atau yang nyaris seusia, Korea Selatan. Mereka berhasil meningkatkan SDM penduduknya. Hal-hal pokok seperti pendidikan, kesehatan, peranan perempuan, lapangan kerja, diselesaikan dengan baik.

Indonesia telah melangkah ke jalan yang benar. Kemiskinan turun hingga satu digit, kesenjangan terus ditekan, lapangan kerja banyak dibuka. Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar adalah upaya meningkatkan IPM (indeks pembangunan manusia).

Bukan sebuah glorifikasi, faktanya pekerjaan di tangan Jokowi telah sukses dilakukan. Memang belum selesai sepenuhnya, karena membuat pondasi negara, menuju Indonesia maju, perlu proses panjang. Untuk itu, penting sekali memberikan kesempatan sekali lagi, pada orang yang benar-benar bisa bekerja ini.

2030 adalah harapan bagi bangsa ini untuk menjadi negara maju. Beratus-ratus tahun nenek moyang kita dihinakan. Menjadi bangsa budak yang merasakan kejamnya kerja paksa. Inferior, korup, miskin, penyakitan, tertinggal.

Sekarang waktunya untuk menegakkan kepala. Kita bangsa besar, bukan bangsa budak. Indonesia 2030 adalah Indonesia yang maju, Indonesia yang disegani dunia. Saatnya membangun dan terus bekerja demi anak cucu kita. Mari, percayakan Indonesia hanya pada ahlinya.**



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan