DPRD Meranti

DPRD Meranti Sampaikan Laporan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

MERANTI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Meranti menyampaikan laporan Ranperda Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang dikemas dalam Rapat Paripurna yang dilaksankan pada Selasa 14 Februari 2023.

Ketua Pansus C, Al-Amin didampingi Wakil Ketua, Eka Yusnita, Anggota Cun Cun, Fauzi, Auzir, Khosairi, Suji Hartono, Basiran dan Helmi dalam laporan pansus C DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti terhadap pembahasan rancangan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat menyampaikan bahwa Ranperda ini telah dibahas oleh Pansus C sesuai dengan hasil Keputusan Rapat Paripurna Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan dan Pengesahan Susunan Keanggotaan Pansus C yang telah dibentuk pada beberapa waktu yang lalu.

Dalam proses pembahasan, pansus telah melakukan berbagai kegiatan 
dalam rangka memperoleh perbandingan, perbaikan, penyesuaian dan 
penyempurnaan, kegiatan tersebut telah tertulis pada risalah rapat pansus 
didalam laporan akhir pansus yang merupakan satu kesatuan yang tidak 
terpisahkan dari pidato ini, berikut disampaikan secara umum:

1. Pansus telah melakukan rapat internal dalam rangka pemantapan konsepi ranperda dan menginventarisir permasalahan materi dan ruang 
lingkup serta arah jangkauan ranperda.

2. Pansus telah melakukan rapat kerja bersama Perangkat Daerah terkait 
untuk membahas pasal demi pasal sesuai mekanisme dan ketentuan 
yang berlaku.

3. Melakukan studi komparasi keluar daerah yang memiliki perda yang 
sama, sehingga dapat menjadi bahan perbandingan.

4. Konsultasi dan harmonisasi ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan 
HAM Provinsi Riau dan Biro Hukum Provinsi Riau dalam rangka 
perbaikan, penyempurnaan dan pemantapan konsepsi terhadap
Ranperda ini.

5. Pansus melakukan Rapat Uji Publik dengan Perwakilan/Perhimpunan 
Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kepulauan Meranti.

6. Pansus juga telah melakukan rapat finalisasi/Pembahasan Tingkat I 
sebagai syarat untuk dilakukan kembali fasilitasi ke Biro Hukum Provinsi 
Riau untuk dilakukan penyelarasan akhir sebelum dilakukan penetapan.

7. Terakhir, Pansus juga telah melakukan penyempurnaan Ranperda 
sesuai hasil fasilitasi dari Biro Hukum Provinsi dan melakukan 
penyempurnaan akhir terkait legal drafting dari ranperda ini.

"Sebagai dasar hukum dari pembahasan Ranperda ini dapat kami sampaikan
sebagai berikut, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan  Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat," ujarnya.

Adapun hasil pembahasan yang telah dilakukan oleh Pansus C serta
hasil fasilitasi Biro Hukum Provinsi dengan Nomor Surat 180/HK/1297 
tanggal 14 Februari 2023 secara umum dapat kami sampaikan sebagai 
berikut :

1. Judul Ranperda tidak berubah yaitu Pengakuan dan Perlindungan 
Masyarakat Hukum Adat.

2. Perubahan Pada Konsideran Mengingat yaitu angka 3, 6, 9, 13, 16, 19 dan 20 diubah, dihapus dan disesuaikan.

3. Pada Pasal 1 Ketentuan Umum dilakukan penyesuaian definisi pada angka 4 dan angka 7.

4. Pada BAB 2 Pengakuan Pasal 4, Pasal

5 ayat (1) dan (3), Pasal 6, 7, 9 
dan Pasal 10 dilakukan Penyesuaian.
5. BAB 3 Perlindungan, Pasal 14, 15, dan 16 disesuaikan dengan hasil 
fasilitasi.

6. BAB 4 Hak dan Kewajiban tidak ada perubahan.

7. Pasal 25 pada BAB 5 tentang Pemberdayaan dilakukan penyesuaian.

8. Pada BAB 6 sampai BAB 12 tetap tidak ada perubahan.

"Kami sampaikan bahwa 
selama pembahasan bersama Pemerintah Daerah dalam hal ini OPD terkait, kami berharap hendaknya memperhatikan beberapa hal terkait follow up pasca penetapan ranperda ini nanti yang dapat kami sampaikan sebagai berikut, Pemerintah Daerah dalam hal ini perlu membentuk Tim Identifikasi dan Panitia MHA dalam rangka melakukan identifikasi, Verifikasi dan Validasi Masyarakat Hukum Adat sesuai delegasi dari Peraturan Daerah ini. Ranperda ini harus dijadikan pedoman bagi seluruh Pihak baik dari 
Pemerintah Daerah, LSM maupun Masyarakat Hukum Adat Meranti
sebagai payung hukum. Dan agar Pemerintah segera menyusun Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagai aturan pelaksana dari Peraturan daerah ini," ungkapnya.

Ketua Bapemperda DPRD Kepulauan Meranti, Muzamil, Wakil Ketua, Basiran, Anggota Eka Yusnita, Sopandi, Bobi Haryadi, H. Hatta, Dr H. Hafizan,  Muhammad Syafi'i, dan Al-Amin, menyampaikan adapun jawaban dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten 
kepulauan meranti terhadap pendapat kepala daerah tentang penyampaian ranperda hak inisiatif DPRD.

"DPRD mengapresiasi sambutan positif Pemerintah Kabupaten 
Kepulauan Meranti yang telah mengakomodir pengajuan 2 Ranperda 
inisiatif pada sidang paripurna penyampaian sebelumnya.
Patut menjadi catatan kita bersama bahwa tahapan dalam proses 
pembuatan Peraturan Daerah harus diperhatikan secara seksama 
dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, 
penetapan, pengundangan, hingga pada tahap penyebarluasan. Hal ini 
mengingat peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam setiap 
proses tahapan tersebut demi terwujudnya Perda yang akomodatif, 
visible dan bermanfaat demi kesejahteraan masyarakat Meranti 
kedepan," ujarnya.

Berkaitan dengan Ranperda Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai Kabupaten Kepulauan Meranti sebagaimana dijelaskan oleh Wakil Bupati berkaitan dengan Dasar UU 23 Tahun 2014 tentang  Pemerintah Daerah yang dijadikan dasar konsideran, PP 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengacu kepada UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Serta beberapa hal substansi 
lain terhadap Daerah Aliran Sungai.

Untuk itu, perlu ditanggapi beberapa 
hal dalam rangka membuka pemahaman kita terkait dengan analisa 
hukum secara komprehensif yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Bahwa Ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya 
Air tidaklah menghapus Ketentuan PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UU Cipta Kerja hanya mengubah sebagian dari kedua UU tersebut, yang tidak 
berhubungan langsung dengan Daerah Aliran Sungai. Artinya Daerah masih memiliki kewenangan dalam menetapkan rencana Pengelolaan DAS sesuai kewenangan. Namun demikian kami 
berharap nantinya pada tingkat Pansus nanti akan lebih inten untuk 
dibahas, khususnya pengaturan DAS sesuai kewenangan daerah.

2. Berkaitan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijadikan konsideran mengingat, karena dalam ketentuan UU 12 Tahun 2011 berikut Perubahannya sampai dengan Permendagri 80 Tahun 2015 berikut perubahannya masih relevan untuk dijadikan rujukan karena sesuai dengan 
ketentuan legal drafting penyusunan Perda dan 2 ketentuan a quo
juga hanya sebagian diubah oleh UU Cipta Kerja.

3. Terkait beberapa DAS yang telah disebutkan dalam Ranperda 
pengelolaan DAS tersebut telah pun tertuang dalam draft Ranperda 
yang merupakan satu kesatuan dari Pidato Penyampaian sebelumnya, penting untuk kita bersama kedepan meneliti substansi Pasal demi Pasal berkaitan dengan hal tersebut. Kami juga berharap nanti Pemerintah Daerah melalui OPD terkait dapat 
berpartisipasi aktif dengan Pansus dalam pembahasannya demi kesempurnaan Ranperda agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Berkaitan dengan Sanksi kami melihat memang perlu dipertegas 
dalam Ranperda ini, mengingat DAS Meranti cukup memprihatinkan 
baik itu dari aspek pencemaran, pemanfaatan, dan pengelolaannya
yang kurang perhatian, apalagi sampai menunggu pengelolaan 
DAS Meranti oleh Pemerintah Provinsi saat ini baru membuat 
Rancangan Pola Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengkalis Meranti.

"Selanjutnya berkenaan dengan Ranperda Cagar Budaya kami mengapresiasi atas sambutan baik dari Pemerintah Daerah. Kedepan kita sama-sama berharap agar Ranperda ini segera ditetapkan menjadi 
Perda dan mensosialisasikannya kepada masyarakat agar pelestarian 
Cagar Budaya dan perlindungan Cagar Budaya Di Kabupaten Kepulauan Meranti dapat terhindar dari kerusakan atau kepunahan, serta dapat mengantisipasi terkikisnya jati diri dan nilai-nilai luhur 
budaya di masa lalu di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan 
teknologi," ujarnya lagi.

Pada kesempatan ini, juga berharap kepada Panitia Khusus yang 
akan dibentuk nanti dan Perangkat Daerah dapat memberikan perhatian 
yang sungguh-sungguh terhadap hal-hal yang secara teknis harus diatur 
lebih detil pada tahapan pembahasan.

"Mengingat regulasi yang kita ajukan diperuntukkan bagi Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti 
dan OPD terkait, maka sangat perlu partisipasi aktif dari kita semua.
Mengakhiri laporan ini, terselip sebuah harapan sekaligus permintaan kiranya ranperda yang telah selesai dibahas dan disahkan menjadi peraturan daerah dapat sesegera mungkin dijabarkan teknis 
pelaksanaannya melalui Peraturan Kepala Daerah," ungkapnya. 



[Ikuti RiauTime.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 082387131915
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan RiauTime.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan